Dulu, saya berpikir dengan kondisi saya yang memiliki tiga orang anak balita, akan sangat sulit jika tidak ada asisten rumah tangga yang membantu saya menyelesaikan pekerjaan rumah. Namun setelah hampir dua tahun menjalaninya, justru kini saya merasa lebih bahagia walau tak ada lagi asisten rumah tangga yang membantu saya setiap hari.
Butuh proses yang lama bagi saya untuk bisa sampai pada
titik ini. Kini saya merasa amat bersyukur. Jika melihat kembali ke masa lalu,
rasanya dulu ketika saya ingin menyerah saja. Tidak mampu membayangkan sedikit
pun bahwa semua akan baik-baik saja hingga waktu sejauh ini
Dibesarkan Oleh Wanita Hebat
Sembilan tahun menikah, baru tahun ini saya bisa mengulek
dengan cara yang benar hehehe... Mungkin sebagian orang akan mengatakan saya
norak. Tapi bagi saya ini adalah satu prestasi besar. Begitulah saya dengan segala kekurangan yang ada.
Saya dibesarkan oleh seorang Ibu rumah tangga yang serba
bisa. Seorang Ibu yang mendedikasikan dirinya untuk memberi pelayanan terbaik
bagi setiap anggota keluarga. Di masa sekolah dulu, Ibu selalu membawakan
bekal masakan-masakan lezat yang baru saya tahu sekarang bahwa menyiapkannya di
pagi hari adalah sangat sulit. Di sekolah maupun di rumah, saya bisa menikmati
masakan Ibu yang selalu baru di setiap waktu makan kami.
Sepulang sekolah, sambil menyapu Ibu akan menanyakan
pelajaran apa saja yang saya dapatkan di sekolah. Setelah pekerjaan Ibu selesai
dan rumah bersih dan rapi, Ibu kemudian memberikan cemilan sebagai sambutan
bagi anak-anaknya yang sudah seharian belajar.
Tak hanya masalah memasak dan pekerjaan rumah, Ibu juga
piawai dalam menjahit serta membuat kue. Setidaknya itu yang saya tahu. Dari cerita
Ayah dan Ibu tentang masa sekolah mereka dulu, saya akhirnya tahu bahwa Ibu
saya adalah perempuan dengan banyak bakat.
Kenangan tentang masa kecil begitu membekas bagi saya, hingga saya dengan bangga bercita-cita menjadi perempuan hebat seperti Ibu. Namun saya menyadari bahwa selama ini Ibu kurang membekali saya untuk bisa menjadi seperti dirinya.
Ibu mendukung penuh agar saya sukses di bidang akademik. Sehingga
saya tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Bahkan untuk menyapu kelas
saja dulu saya selalu menangis karena rasa perih di tangan serta rasa frustasi
karena sampah dan debu yang berserakan. Lalu bagaimana saya bisa menjadi sehebat Ibu?
Post Wedding Blues
Akhirnya saya sampai ke gerbang cita-cita yang telah diimpikan
sejak lama. Walaupun memiliki modal keyakinan yang kuat bahwa saya pasti bisa,
namun dalam hitungan hari saya merasakan bahwa dunia kini mulai terlihat gelap.
Seakan harapan dan cita-cita saya adalah omong kosong yang tak mungkin saya
raih.
Melihat kebiasaan dari rekan hidup yang baru saja dikenal
membuat saya kaget. Pakaian-pakaian yang tergantung di kamar, handuk basah yang
tidak dijemur, serta kebiasaan lain yang membuat saya tercengang.
Bagi saya, jumlah baju kotor yang bertambah dua kali lipat dari jumlah biasanya saja sudah menjadi beban berat. Apalagi jika ditambah hal ini dan itu serta kehadiran bayi besar yang ternyata perlu diurus juga. Rasanya ingin kembali tinggal di rumah orang tua dengan segala pelayanan yang dulu saya dapatkan.
Hari-hari terasa semakin berat ketika saya hamil dan
keguguran untuk kedua kalinya di awal pernikahan kami. Belum selesai perjuangan
saya di ranah domestik, Allah kembali menguji dengan kehilangan dua orang buah
hati yang sempat tinggal di rahim saya. Rasa sedih yang saya alami teramat
dalam, dan saat itu saya sering mudah sakit.
Namun, Allah amat sangat menyayangi hamba-Nya. Seketika rasa
sedih dan lelah itu terganti ketika datangnya kabar kehamilan saya yang ketiga.
Saat itu saya begitu bersemangat untuk memperbaiki diri agar bisa menjadi Ibu
yang kuat.
Kelahiran anak pertama membuat saya begitu bahagia dan berusaha menjadi lebih baik lagi. Namun kenyataannya berbeda. Melihat
istrinya kesulitan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus bayi,
maka suami saya berpendapat bahwa harus ada asisten rumah tangga yang datang
beberapa kali dalam sepekan agar saya tidak kelelahan. Sejak saat itu selalu
ada asisten rumah tangga di rumah kami hingga kelahiran anak kedua dan ketiga.
Bahagia Walau Tanpa Asisten Rumah Tangga
Keberadaan asisten rumah tangga memang sangat membantu saya.
Pekerjaan rumah jadi lebih cepat selesai. Setidaknya saya hanya perlu memasak dan
mengasuh anak saja. Bahkan seringnya saya juga membeli makanan di luar atau memesan
catering. Karena untuk mengurus anak saja sudah membuat energi saya terkuras
habis.
Sering juga saya merasa asisten rumah tangga tidak maksimal mengerjakan
tugasnya. Lihat saja mainan yang berserakan di sana dan di sini, atau debu-debu
yang masih terlihat di meja dan rak buku. Jika dengan bantuan asisten rumah
tangga saja masih berantakan, apalagi jika tak ada. Saya berpikir bahwa akan
sangat sulit untuk mengerjakannya sendiri. Pasti bakal amburadul kalau saya
yang menhandel semuanya sendiri.
Saat pandemi Covid-19 datang, kami memutuskan tak lagi
menggunakan asisten rumah tangga agar menghindari kontak dengan orang luar. Saat
itu kebiasaan saya untuk membeli makanan di luar pun terhenti, karena takut terkena Covid. Beruntung suami saat itu bekerja dari rumah, sehingga sedikti
banyak bisa membantu saya menghandle anak-anak dan mengerjakan beberapa
pekerjaan rumah.
Seiring berjalannya waktu suami pun akhirnya kembali bekerja
di kantor, sedangkan saya juga belum ingin dibantu asisten rumah tangga lagi.
Babak baru pun di mulai. Saya berkomitmen tidak akan mengeluh tentang tugas
domesik pada suami. Dan saya juga berkomitmen untuk menyediakan makanan dan lingkungan
yang sehat bagi anak-anak.
Menjadi Ibu Yang Bertumbuh
Kini tak hanya pekerjaan domestik saja yang saya lakukan.
Saya juga menjalankan home schooling untuk anak pertama saya, melatih berbicara
anak kedua saya sesuai dengan arahan terapisnya, juga mengasuh si bungsu yang
berusia tiga tahun yang masih membutuhkan banyak perhatian. Di luar hal
tersebut, saya juga berkomitmen untuk aktif menulis serta bergabung dengan
beberapa komunitas blogger, aktif di komunitas Ibu Profesional, komunitas
literasi dan juga mengikuti kajian hampir setiap hari.
Walaupun banyak aktivitas yang saya lakukan, tapi saya
merasa bahagia. Saya puas ketika semua pekerjaan rumah selesai dengan baik,
saya senang ketika anak-anak makan dengan baik, dan saya merasa ditenangkan
dengan kegiatan-kegiatan lain yang saya lakukan.
Menentukan Prioritas
Banyak hal menarik di dunia ini. Namun saya perlu menentukan
mana yang menjadi prioritas. Saat ini prioritas saya adalah peran saya sebagai
istri dan juga ibu. Maka saya memilih aktivitas-aktivitas yang mendukung saya
untuk menjalankan peran dengan sebaik mungkin.
Tapi siapa yang memberikan saya tugas ini kalau bukan Sang
Maha Pencipta? Maka saya pun mencari jalan untuk bisa mendekat pada-Nya dan
berharap jiwa saya semakin terisi. Oleh karena itu saya memusatkan semua pada
hal tersebut. Beraktivitas karena Allah, mencari ilmu karena Allah, menulis pun
untuk menggapai ridho Allah.
Manajemen Waktu
Saya bukan orang yang membuat jadwal secara terperinci. Tapi
saya memasukan aktivitas penting dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
prioritas. Saya selalu mengalokasikan waku untuk membaca dan meningkatkan
kemampuan.
Support System
Saya menjadikan suami dan anak sebagai support system. Suami
dengan keterbatasan waktunya, akan membantu saya membuang sampah dan mengantar berbelanja.
Sedangkan anak-anak sejak kecil saya biasakan untuk merapikan kasur dan
kamarnya serta bertanggung jawab dengan barang-barang miliknya. Walaupun kecil,
bantuan ini sangat berarti bagi saya.
Penyimpanan Barang
Memiliki tempat penyimpanan barang yang rapi dan memadai
akan membuat rumah lebih rapi dan pekerjaan menjadi lebih ringan.
Decluttering
Barang-barang yang sudah rusak dan jarang dipakai akan
menambah tugas kita. Maka saya rutin menyortir barang dan hanya menyimpan
barang-barang yang masih akan digunakan.
Penutup
Meskipun tidak memiliki asisten rumah tangga, namun bukan
berarti kita tidak bisa menghadirkan rumah yang nyaman dan bersih, bukan
berarti tidak bisa meyajikan makanan yang sehat dan bukan berarti tidak
memiliki waktu untuk meningkatkan kapasitas diri. Memang butuh upaya lebih. Namun
ketika segala upaya dan doa sudah dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka dengan
izin-Nya semua akan semakin membaik dari waktu ke waktu ketika kita juga
berusaha untuk memperbaiki diri.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar